Jumat, 20 Februari 2009

makalah seminar guru seni budaya se jatim oleh suyanto.spd guru smp1bojonegoro

LATAR BELAKANG


Pada saat ini di Indonesia dilaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Kurikulum ini di susun oleh Satuan Pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Penyusunan oleh satuan pendidikan tentunya tetap mengacu kepada Standart Isi (SI) dan SKL (Standart Kompetensi Lulusan) serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standart Nasional Pendidikan (BSNP).
Mata pelajaran Seni Budaya dalam struktur dan muatan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan termasuk pada kelompok mata pelajaran estetika. Pelaksanaan proses belajar mengajar Seni Budaya ditiap sekolah dan ditiap daerah banyak sekali variasi dan perbedaan.
Pendidikan Seni Budaya disekolah pada dasarnya diarahkan untuk menumbuhkan kepekaan rasa estetik dan artistik. Sehingga terbentuk sikap kritis, aprisiatip dan kreatif pada diri siswa secara menyeluruh. Sikap ini hanya mungkin tumbuh jika dilakukan serangkaian proses kegiatan pada siswa yang meliputi kegiatan pengamatan, penilaian serta pertumbuhan siswa dalam rasa memiliki keterlibatan siswa dalam segala aktivitas Seni didalam kelas atau diluar kelas.
Mata pelajaran Pendidikan Seni di sekolah SMP memiliki fungsi dan tujuan menumbuhkan sikap toleransi, demokrasi, beradab, serta menuju hidup rukun dalam masyarakat yang majemuk, mengembangkan kemajuan imajinatif, intelektual, expresi melalui Seni, mengembangkan kepekaan rasa, keterampilan, serta mampu menerapkan teknologi dalam berkreasi dan dalam memamerkan dan menggelarkan karya seni.
Tidak semua sekolah dapat dan mampu melaksanakan fungsi dan pendidikan seni yang diamanatkan kurikulum secara sempurna, hal ini disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya, faktor guru, faktor siswa dan lingkungan, faktor kurikulum, faktor kebijakan sekolah, sarana dan prasarana pendukung pendidikan seni serta faktor-faktor lain. Faktor satu dengan yang lain saling mempengaruhi dan saling terkait, sehingga dapat mempengaruhi kebehasilan proses belajar mengajar pendidikan seni yang ada di suatu sekolah. Apabila salah satu faktor pendukung disuatu sekolah tidak memadai secara sempurna maka keberhasilan proses belajar mengajar pendidikan seni tidak dapat dilakukan secara optimal.

I. TUJUAN PEMBAHASAN

Dengan pembahasan makalah ini ada beberapa tujuan yang kami harapkan ini diantaranya :
1. Terciptanya solusi yang tepat dan benar untuk menjawab segala permasalahan tentang pelaksanaan Mata Pelajaran Seni Budaya di SMP dan yang sederajat agar pelaksanaan Pelajaran Seni Budaya dapat berjalan sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Dasar yang dilaksanakan pemerintah saat ini baik dari segi tujuan maupun proses yang dilaksanakan disekolah-sekolah.
2. Memberi masukan kepada Lembaga Pendidikan/sekoah, Dinas Pendidikan Tingkat Kabupaten maupun tingkat Provinsi untuk mengambil langkah-langkah positif dalam upaya peningkatan Pendidikan Seni Budaya yang ada disekolah

II. PEMBAHASAN
1. Problematika Pembelajaran Seni Budaya di SMP secara umum
Mata pelajaran Pendidikan Seni Budaya yang dilaksanakan di sekolah SMP dan sederajat meliputi Seni Rupa, Seni Musik, Seni Teater, serta Seni Tari. Semua Cabang Seni yang ada memiliki standart kompetensi dan kompetensi dasar yang berbeda, namun pelaksanaan pembelajaran disekolah tidak semua kompetensi dasar dapat dilaksanakan secara menyeluruh dan optimal. di sekolah, selain dari pada itu tidak semua materi pendidikan seni mampu diajarkan secara menyeluruh dan lengkap disuatu sekolah, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :
A. Faktor Guru
Guru merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan proses belajar mengajar di sekolah, di tangan guru yang benar-benar profesional kemungkinan besar keberhasilan proses belajar mengajar akan dapat dicapai, tetapi kenyataan di lapangan sangatlah berbeda, guru-guru yang mengajar mata pelajaran Seni Budaya bervariasi, beragam serta memiliki keunikan yang tersendiri. Tidak semua guru yang mengajar pendidikan Seni Budaya adalah para sarjana, seni para seniman atau pemerhati seni, tetapi banyak ditemui di lapangan para pengajar seni adalah guru-guru yang tidak berlatar belakang seni maupun seniman, tetapi dipaksa dan diberi tugas untuk mengajar kesenian disekolah. Secara umum guru Seni Budaya dapat di bedakan menjadi empat kategori :
a. Guru Seni Budaya yang benar-benar ahli bidang seni, dan berijazah seni
b. Guru Seni Budaya yang ahli bidang seni tetapi tidak beralatar belakang pendidikan seni.
c. Guru Seni Budaya yang berijasah seni tetapi tidak memiliki keahlian seni.
d. Guru Seni Budaya tidak berijasah seni dan tidak memiliki keahlian seni tetapi dipaksa mengajar pendidikan seni.

Dengan adanya empat kategori guru Seni Budaya disekolah tersebut, maka keberhasilan pendidikan Seni Budaya di sekolah bervariasi. Ada sekolah-sekolah tertentu yang proses pembelajaran seninya dapat dilaksanakan secara optimal, semua Kompetensi Dasar mulai dari teori seni (apresiasi), praktek berkesenian (expresi) sampai dengan kegiatan pameran atau pagelaran semua dilaksanakan secara optimal.
Dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru-guru yang memiliki keahlian bidang seni tetapi tidak memiliki latar belakang pendidikan seni, lebih cenderung pada materi praktek ketimbang teori seni yang bersifat pengetahuan, hal ini terkait dengan keahlian praktek yang dimiliki oleh guru tersebut. Materi pelajaran diarahkan pada praktek langsung yang mengacu pada keterampilan atau skill berkesenian, dengan demikian pengetahuan anak dalam hal wawasan seni (apresiasi seni) kurang memadai tetapi prakek berkesenian sangatlah baik.
Guru-guru kesenian yang memiliki ijasah pendidikan seni tetapi tidak begitu ahli di bidang seni, dalam proses pembelajaran lebih banyak mengacu kepada silabus yang ada. Teori dan praktek dilakukan secara seimbang, namun disaat memberikan contoh dan memperbenai atau membetulkan karya, guru tersebut mengalami kesulitan. Dalam hal teori seni guru-guru demikian lebih ahli, lebih memahami sehingga berdampak kepada luasnya wawasan siswa pada bidang seni. Namun dalam hal kesempurnaan berkarya seni bagi para siswanya sulit sekali dicapai, hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan berkesenian guru tersebut tidak maksimal, sehingga akan mengalami kesulitan dalam berkarya yang benar-benar sempurna.
Mata pelajaran seni budaya yang diajarkan oleh guru-guru seni yang tidak memiliki keahlian seni dan tidak memiliki latar belakang pendidikan seni banyak dijumpai di daerah-daerah terpencil serta di sekolah-sekolah pinggiran. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya guru-guru kesenian di sekolah tersebut, sedangkan pela jaran kesenian merupakan suatu keharusan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Karena guru yang mengajar seni budaya adalah bukan orang seni atau berpendidikan seni, maka proses belajar mengajar di sekolah tidak dapat berjalan sesuai dengan harapan kurikulum. Banyak sekali sekolah-sekolah yang melaksanakan pendidikan seni keluar dari rel kurikulum, tidak sesuai dengan kompetensi dasar, tidak sesuai standar kompetensi lulusan maupun standar isi. Materi pelajaran banyak yang menyimpang dari kurikulum, hal ini disebabkan karena tidak dipahaminya isi serta materi pelajaran seni budaya. Guru-guru seni budaya banyak menggunakan LKS (Lembar Kerja Siswa) untuk ditugaskan pada murid-muridnya sehingga setiap kali pelajaran diisi dengan menjawab pertanyan-pertanyaan yang ada di LKS tanpa adanya proses praktek maupun apresiasi.
Selain dari tidak tersedianya guru seni budaya di sekolah secara merata, faktor lain yang mempengaruhi kurang berhasilnya mata pelajaran seni budaya adalah “tidak meratanya” tingkat keahlian dari setiap guru di sekolah. Secara ideal tiap sekolah harus memiliki empat guru seni dengan jenis keahlian yang berbeda, yaitu guru seni lukis, seni tari, seni musik dan seni teater, tetapi kenyataannya banyak sekali sekolah-sekolah yang memiliki guru dengan keahlian yang sama, misalnya guru seni rupa dua orang, atau mungkin tiga orang.
Dengan adanya persamaan keahlian cabang seni, maka akan menimbulkan kesulitan dalam mempelajari materi cabang seni yang lain, misalnya seni teater, seni musik dll.

B. Faktor siswa dan lingkungan
Lingkungan siswa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar pelajaran seni budaya di sekolah, siswa yang berasal dari lingkungan sanggar seni, baik itu sanggar seni lukis, seni tari, seni teater maupun studio seni musik. Akan lebih memiliki modal berkesenian dari pada anak-anak yang berasal dari lingkungan rumah biasa. Para siswa yang berasal dari sentra-sentra industri seni, misalnya sentra industri ukir batik, anyaman dll, akan memiliki modal ketrampilan yang lebih dibanding para siswa yang berasal dari lingkungan yang tempatnya berjauhan dengan sentra industri seni.
Para siswa yang jauh dari sanggar seni maupun sentra industri seni harus banyak diberi contoh gambar atau VCD pembelajaran seni agar dapat memiliki gambaran yang jelas tentang proses berkesenian.

C. Faktor kurikulum
Perubahan kurikulum yang terlalu cepat di dunia pendidikan kita, kadang-kadang menimbulkan kebingungan di kalangan para guru, karena proses penyesuaian dari kurikulum yang lama dengan kurikulum yang baru kadang-kadang tidak dibarengi dengan sosialisasi yang memadahi. Hal ini berakibat tidak difahaminya secara jelas isi kurikulum yang baru.
Kata-kata operasional dalam kurikulum yang sulit difahami akan menimbulkan penafsiran yang keliru dari isi kurikulum, sehingga proses penyebaran menjadi materi pelajaran akan mengalami kesulitan.
Selain sulitnya kata operasional dalam kurilum yang baru, terlalu luasnya jangkauan materi pelajaran juga merupakan salah satu faktor kesulitan guru dalam menjabarkan dan memilih materi yang tepat bagi siswanya.

D. Faktor Kebijakan sekolah
Setiap sekolah yang menyelenggarakan pendidikan, akan memiliki sikap yang berbeda terhadap beberapa mata pelajaran, termasuk mata pelajaran seni budaya. Sikap ini akan tampak pada kebijakan pimpinan sekolah terhadap mata pelajaran seni budaya, yang bukan termasuk pelajaran yang di ebtanaskan. Dari beberapa karakter sekolah ada tiga jenis sikap sekolah terhadap pelajaran seni budaya yaitu :
1) Sekolah yang menempatkan pelajaran seni budaya setara dengan pelajaran-pelajaran lain, sehingga, setiap kegiatan seni di sekolah akan dicukupi dan didanai secara penuh.
Selain dari masalah pendanaan, masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah sikap dan tanggapan serta penghormatan terhadap guru-guru kesenian yang memiliki kesamaan kemampuan dengan guru-guru lain.
2) Sekolah yang menganggap pelajaran seni budaya berada di bawah mata pelajaran yang lain, sehingga segala sesuatu yang terkait dengan kebutuhan pelajaran kesenian akan menunggu dari tercukupinya pelajaran pelajaran ebtanas. Di beberapa sekolah banyak dijumpai pelajaran seni budaya seolah harus selalu mengalah dalam hal dana, waktu dan kesempatan untuk berprestasi.
3) Sekolah yang menganggap pelajaran seni budaya sebagai pelengkap, bahkan sebasgai bahan yang tidak berguna bagi anak didik.
Dalam proses pembelajaran maupun memenuhi kebutuhan dana untuk kegiatan berkesenian jarang sekali di berikan, semua aktivitas dana dan kegiatan dipusatkan pada pelajaran-pelajaran ebtanas agar menghasilkan nilai ebtanas yang baik, yang membawa nama baik sekolah.
Disinilah mulai matinya dan berhentinya proses berkesenian di sekolah, tidak ada harapan tidak ada dukungan, namun dibiarkan berjalan. Guru-guru kesenian di sekolah seperti ini biasanya menjadi pudar semangat, menjadi putus asa. Walaupun dalam dirinya tersimpan potensi yang luar biasa.

E. Faktor Sarana dan Prasarana
Kegiatan berkesenian di sekolah bila dilaksanakan secara benar dan tepat sesuai dengan kurikulum dan metodologi pembelajaran yang benar memerlukan sarana dan prasarana yang cukup banyak.
Untuk memenuhi sarana yang berupa bahan-bahan untuk berkarya seni, juga alat-alat kesenian seperti alat musik, organ, gitar, drum dll, tidak semua sekolah mampu menyediakan. Keterbatasan alat dan dana juga sangat mempengaruhi keberhasilan pelajaran kesenian di sekolah.
Selain bahan-bahan untuk berkarya seni, juga tempat untuk berekspresi seni berupa gedung untuk pentas seni, studio seni musik, sanggar seni rupa dan lain-lain merupakan faktor penting dalam keberhasilan proses pembelajaran seni, sangat jarang sekali, sekolah yang memiliki gedung sendiri dan mampu menyelenggarakan pagelaran sehingga potensi seni yang dimiliki siswa dapat di ekspresikan secara maksimal.

F. Faktor Kekurangan literatur seni daerah setempat
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dilaksanakan saat ini memunculkan hal baru pada standart kompetensi di kelas tujuh. Hal baru tersebut dengan diangkatnya materi seni daerah steempat untuk di pelajari oleh siswa, dipraktekkan dan digelarkan.
Namun ada beberapa daerah tidak memiliki seni khas daerah setempat, sehingga pada saat guru akan mengajar, akan sangat sulit dalam mencari bahan ajar bagi siswa. Selain dari pada itu tidak dimilikinya referensi yang baku tentang seni daerah di suatu daerah / Kabupaten akan menyulitkan guru dalam mencari bahan ajar atau menyusun buku teori, dan tidak sedikit para guru yang merekayasa, mencari-cari, dan mengolah bahan ajar sendiri untuk para muridnya tanpa didukung data ilmiah.

G. Faktor peran serta Dinas Pendidikan Daerah di Kabupaten / Kota Madya maupun Propinsi
Kegiatan pembinaan guru-guru seni baik berupa pelatihan, workshop, maupun lokakarya. Jarang sekali dilaksanakan baik ditingkat Kabupaten maupun Propinsi. Hal ini sangatlah bertolak belakang dengan guru-guru mata pelajaran. Ebtanas, yang secara berlebihan dan secara terus menerus dibina oleh Dinas Pendidikan maupun LPMP.
Dengan jarangnya pelatihan, workshop untuk guru-guru kesenian akan mempengaruhi kemampuan guru dalam mengajar seni budaya di sekolah.
Guru –guru kesenian banyak berharap pada pelatihan-pelatihan yang dapat menambah kemampuan mengajar dengan aneka metode dan media pembelajaran terbaru.
Disinilah peran penting Dinas Pendidikan Propinsi maupun Kabupaten untuk secara rutin membina guru-guru kesenian melalui keanekaragam kegiatan untuk meningkatkan kemampuan bagi guru-guru seni.
Selain itu Dinas Pendidikan baik tingkat Kabupaten maupun Propinsi dapat memberi bantuan kepada sekolah berupa bahan-bahan untuk berkarya seni maupun alat-alat seni.

H. Peran Serta MGMP
MGMP Seni Budaya yang berada di Kabupaten maupun Kotamadya sangat berperan penting dalam upaya peningkatan kemampuan guru dalam mengajar kesenian di sekolah.
Di forum MGMP semua guru seni berkumpul bersama, bertukar pengalaman dan bertukar pikiran untuk membahas pembelajaran yang terbaik di wilayahnya.
Namun kegiatan di MGMP ditingkat Kabupaten / Kotamadya banyak mengalami kendala dalam hal keuangan. Berjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang menjadi andalan utama sumber dana, namun pada saat ini berjualan LKS sulit untuk dipastikan hasilnya, lebih-lebih adanya larangan berjualan buku di sekolah.
Disinilah perlunya uluran tangan dari Dinas Pendidikan Kabupaten maupun provinsi untuk memberi dana pada MGMP baik berupa blok grand, maupun bentuk dana lain.
Dengan adanya bantuan dana dari Dinas Pendidikan akan memungkinkan kegiatan MGMP lebih luas, lebih bervariasi sehingga akan menambah kwalitas guru seni budaya.

2. Problematika Pembelajaran Seni Tradisi daerah setempat
Pembelajaran seni tradisi, baik itu seni rupa, seni musik, seni teater merupakan masalah baru dalam dunia pendidi kan seni budaya. Dalam kurikulum KTSP, pembelajaran seni budaya tradisi daerah setempat, siswa diharapkan mampu memahami seluk beluk seni tradisi daerah yang mencakup aspek apresiasi seni. Apresiasi seni tradisi berarti mengenal memahami, dan memberikan penghargaan atau tanggapan estetis terhadap karya seni. Materi apresiasi seni tradisi daerah setempat adalah pengenalan tentang konsep atau makna, dan fungsi seni tradisi apresiasi seni tradisi dapat meliputi materi yang lebih luar, yaitu pengenalan seni tradisional daerah setempat dalam konteks berbagai seni nusantara dan berbagai kebudayaan dunia. Selain dari pada itu materi apresiasi juga meliputi pengenalan tentang latar belakang sosial, budaya dan sejarah tradisi seni daerah setempat.
Permasalahan yang sering muncul disekolah terutama pada saat mencari dan menggali nilai-nilai seni tradisi, daerah setempat adalah terletak pada kekayaan seni tradisi yang tidak merata yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu. Hal ini terikat pada jumlah seni tradisi yang bervariasi yang dimiliki oleh suatu daerag tertentu, suatu daerah tertentu ada yang memiliki banyak seni tradisi, baik itu seni rupa, seni musik, seni teater maupun cabang seni yang lain. Tetapi banyak juga daerah yang tidak memiliki seni tradisi daerah setempat sama sekali, baik itu seni rupa, seni musk, seni tari maupun seni teater.
Dalam permasalahan seperti ini guru dihadapkan pada suatu kesulitan yang berat dalam mencari, menggali dan menentukan materi seni tradisi dalam pembelajaran.
Materi pokok seni tradisi adalah bahan atau materi yang harus di pelajari siswa sebagai sarana pencapaian kompetensi dasar dan standar kompetensi. Pada dasarnya materi pokok seni tradisi daerah setempat mencakup materi pengetahuan seperti fakta, konsep, prosedur dan prinsip. Pada tingkat prinsip, pengetahuan seni tradisi mencakup pengetahuan seni khususnya yang terkait dengan kaidah (pakum), misalnya kaidah menyusun kompetisi tari, atau tembung.
Sejarah senitradisi di suatu tempat, yang mencakup perjalanan seni tradisi dari awal sampai sekarang banyak mengandung fakta dan konsep. Pengetahuan yang bersifat prosedur berkarya seni tradisi terdapat pada materi pokok praktek berkarya seni.
Penentuan materi pokok memerlukan sumber bahan atau sumber acuan. Sumber bahan pembelajaran yang utama adalah kurikulum dan buku teks. Selain dari pada itu guru hendaknya menggunakan sumber pembelajaran yang lain misalnya laporan hasil penelitian, jurnal, majalah ilmiah, pendapat pahan dan pengalaman praktisi.
Tidak semua daerah di Jawa Timur ini memiliki seni tradisi yang benar –benar khas, apalagi memiliki buku teks, yang banyak tersisa dari seni tradisi daerah saat ini adalah seniman. Seniman yang masih gigih memperjuangkan karyanya, berjuang dengan ide tradisionalnya, walaupun secara ekonomi teramatlah sulit baginya.
Tetapi ada juga daerah-daerah tertentu yang memiliki seni tradisi cukup kuat didaerahnya, masih banyak diminati oleh warga di daerahnya, dikembangkan oleh pemerintah Kabupaten / Kota secara maksimal dan didukung oleh buku / literatur yang memadahi.
Di daerah seperti ini tidak ada permasalahan sama sekali dalam hal menentukan materi, karena semua tata, lengkap, seniman ada, dan para siswanya banyak melihat langsung bahkan terlibat langsung dalam melakukan seni tradisi daerah setempat.

3. Sarana dan Prasarana Pendidikan Seni Budaya
Sarana dan prasarana sekolah untuk pelajaran seni budaya adalah salah satu komponen dalam sistem sekolah. Oleh karena itu keberadaannya harus selaras dengan komponen yang lain dan ditentukan berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan di sekolah.
Agar pendidikan seni budaya dapat berhasil dengan maksimal, keberadaan sarana dan prasarana mutlak diperlukan. Dengan adanya sarana prasarana yang lengkap akan memungkinkan guru mengajar lebih bervariasi, lebih mekanik dengan aneka metode serta dengan berbagai sajian ICT yang dapat menarik perhatian semua, serta dapat minat siswa, serta menimbulkan motivasi siswa dalam berkesenian.
Minimnya sarana dan prasarana di sekolah-sekolah, akan sangat berpengaruh dalam hasil pendidikan seni budaya. Sekolah yang tidak memiliki sarana sama sekali, untuk mata pelajaran seni akan membuat pelajaran menjadi abstrak, kurang variatif, tidak menarik dan kurang diminati siswa. Sarana disini dapat diartikan untuk segala macam cabang seni, untuk cabang seni lukis, seni musik, seni tari, seni teater.
Untuk cabang seni lukis, sarana dapat berupa contoh-contoh karya seni lukis, VCD tentang karya seni lukis maupun alat-alat seni lukis berupa cat minyak, kanvas, kwas, paled dll.
Sedangkan prasarana pendukung untuk cabang seni lukis dapat berupa studio galeri atau ruang kesenian yang lain. Dengan adanya studio maupun galeri karya siswa dapat lebih tertata rapi lebih bisa tersimpan dan yang paling penting pelajaran seni budaya tidak mengatasi kelas reguler yang secara bergantian di pakai oleh beberapa guru.
Sarana cabang seni masih dapat berupa alat-alat musik baik alat musik yang modern maupun tradisional. Disini para siswa secara bergantian belajar bermain musik dengan tidak usah membawa alat musik dari rumah.
Keberadaan studio musik (ruang kesenian khusus musik) mutlak diperlukan, kalau suatu sekolah memberi pendidikan seni musik. Dengan ruang studio musik akan memungkinkan pelajaran seni musik tidak mengganggu pelajaran lain yang secara bersamaan terjadi proses belajar mengajar.
Gedung pertemuan atau aula yang merupakan prasarana dalam kegiatan berkesenian, baik itu untuk seni tari, pameran lukisan, untuk pagelaran secara ideal harus ada di tiap sekolah.
Namun pada saat ini semua sarana prasarana tidak semuanya dapat kita lihat di sekolah, tetapi hanya beberapa sekolah saja yang mampu mencukupi kebutuhan sarana dan prasarana untuk pendidikan seni.
Peran serta dinas pendidikan, kebijakan sekolah serta peran serta orang tua di masyarakat merupakan salah satu harapan yang bisa mewujudkan kebutuhan tersebut.
Walaupun tanpa sarana dan sarana yang memadai, kami semua yakin bahwa guru –guru seni lebih kreatif, lebih inovatif dengan menggali segala bentuk bahan untuk media ekspresi bgi murid-muridnya. Dengan bahan apa adanya dilingkungan, sarana seadanya, tetapi dengan semangat yang tinggi menggelora untuk berkesenian dan memajukan seni akan membuat mata pelajaran seni budaya tetap eksis di sekolah.

IV. KESIMPULAN


Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa problematika mata pelajaran seni budaya yang ada di sekolah meliputi :
1. Keanekaragaman guru pengajar seni budaya yang meliputi keragaman latar belakang pendidikan, keanekaragaman keahlian bidang seni sehingga akan menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan kesenian yang berbeda dan bervariasi.
2. Latar belakang pendidikan seni dan lingkungan siswa mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar seni yang ada di suatu sekolah.
3. Faktor sarana dan prasarana untuk kegiatan seni sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran seni.
4. Faktor keluasan dan kerumitan kurikulum serta minimnya literatur dapat mempengaruhi proses keberhasilan mata pelajaran seni.
5. Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota maupun propinsi berkewajiban meningkatkan kemampuan guru-guru seni dengan melalui workshop seminar, pelatihan maupun kegiatan lain.








PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN SENI BUDAYA
DI SMP DAN YANG SEDERAJAT





















OLEH :

SUYANTO, S.Pd
NIP. 131 838 599


DISAMPAIKAN PADA SEMINAR SEHARI
DI TAMAN BUDAYA SURABAYA
JL. GENTENG KALI SURABAYA
RABU, 18 FEBRUARI 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar